Penulis: Wytla Nindya Ritista Atmaja dan Raisa Fitri Aini – Research and Development di LSP LPK MKS

 

Terminologi ‘profesi dan kompetensi’ tentu sudah sering kita dengar dan ucapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “Adakah persamaan atau perbedaan diantara keduanya? Apakah keduanya saling terkait satu sama lain?”. Penulis mencoba membahas kedua terminologi tersebut berdasarkan literatur dan diskusi dengan para praktisi yang sudah berpengalaman.

Jika mengacu pada KBBI, profesi merujuk pada pemahaman tentang pekerjaan yang membutuhkan suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan Pedoman Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) 201: Peraturan No.1 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa “profesi adalah bidang pekerjaan yang memiliki kompetensi tertentu yang diakui oleh masyarakat”. Dari dua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang didasarkan pada standardisasi kompetensi tertentu. Dalam hal ini, profesi sangat terkait dengan dua pilar utama berikut:

  1. Pengetahuan (kapasitas kognitif individu yang diperoleh melalui proses belajar).
  2. Keahlian (kemampuan spesifik individu pada suatu bidang tertentu).

Sementara itu, definisi kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standardisasi yang diharapkan (Badan Nasional Sertifikasi Profesi , 2014). Definisi lainnya menyatakan bahwa kompetensi merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan individu untuk mencapai hasil yang diharapkan (International Organization for Standardization, 2012). Berdasarkan definisi ini, maka beberapa hal penting yang terkait dengan kompetensi diantaranya adalah pengetahuan, sikap, pemahaman, nilai, bakat atau kemampuan, dan minat.

Makna penting yang terkandung dalam uraian definisi di atas adalah bahwa kompetensi juga berhubungan erat dengan kemampuan seseorang untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan secara efektif. Kompetensi dapat berfungsi sebagai sarana penilaian dan bersifat kolaboratif. Sebagai sarana penilaian, kompetensi dapat dipahami sebagai suatu hal yang berdampak spesifik dan memengaruhi pengetahuan, keterampilan, konsep diri, dan sifat individu. Sedangkan kolaboratif berarti bahwa kompetensi diproduksi dan dikembangkan dalam lingkup jaringan berbeda untuk mendorong penyelesaian masalah dan memunculkan inovasi baru.

Dalam praktiknya, profesi dan kompetensi merupakan dua hal berbeda yang saling berkaitan satu sama lain. Persamaan mendasar antara profesi dan kompetensi adalah sama-sama membutuhkan pengetahuan dan keterampilan individu dalam proses implementasinya. Di samping itu, baik profesi maupun kompetensi sama-sama memiliki kaidah dan standar moral yang mengikat setiap pelakunya. Di sisi lain, perbedaan antara profesi dan kompetensi terletak pada masing-masing karakteristik dari keduanya.

Beberapa karakteristik profesi diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Adanya jenjang pendidikan tertentu dan cukup lama terhadap profesi terkait;
  2. Membutuhkan dasar keahlian berbasis teori;
  3. Terdapat uji kompetensi mengenai pengetahuan di bidang tertentu yang berbasis pengetahuan teoritis;
  4. Adanya pengakuan berupa lisensi atau sertifikat di bidang tertentu; dan
  5. Kode etik profesi, yaitu prosedur dan aturan yang bersifat mengikat profesi terkait.

Sedangkan karakteristik kompetensi adalah mencerminkan cara berfikir, bersikap, dan bertindak seseorang pada periode waktu dan kondisi tertentu. Untuk mengukur tingkat kompetensi seseorang, salah satu alat ukur yang dapat digunakan berupa ujian kompetensi berbasis keilmuan dan suatu standar tertentu. Sebagai ilustrasi, seseorang yang memiliki profesi sebagai manajer manajemen risiko, wajib memiliki kompetensi mengenai manajemen risiko agar dapat menunjang kinerja dan performa kerjanya. Walau begitu, seseorang yang memiliki kompetensi dalam bidang manajemen risiko, tidak serta merta memiliki profesi yang berkaitan dengan manajemen risiko.

Seiring dengan berkembangnya dunia korporasi, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan semakin banyak digunakan dalam standardisasi profesi. Tren yang ada cenderung mengarah pada model kompetensi berbasis aktivitas fungsional daripada keterampilan. Di lain sisi, kompetensi berbasis pendekatan fungsional mampu memberi informasi dan mencerminkan kerja profesional secara lebih luas. Hal ini karena masing-masing profesi akan memunculkan ciri khas mereka masing-masing, seperti lingkungan kerja dan praktik etis profesi (Stan, 2014). Contohnya penetapan kompetensi pada level direksi dan komisaris, di mana hal tersebut mampu mendukung profesionalisme dan akuntabilitas suatu organisasi. Dampak yang mungkin ditimbulkan dari hal tersebut adalah dorongan fokus dan perhatian terhadap tugas, fungsi, dan tanggung jawab yang semakin meningkat.

Dalam jangka panjang, karakteristik kompetensi yang mencerminkan cara pikir, sikap, dan tindakan akan membentuk karakter dan kepribadian seseorang pada periode waktu tertentu. Karena hal tersebut, maka karakteristik kompetensi mampu digunakan sebagai sebuah ‘alat’ untuk mengetahui tingkat kinerja seseorang pada bidang profesi tertentu. Lebih lanjut lagi, perusahaan-perusahaan menggunakan kompetensi sebagai dasar untuk merekrut tenaga kerja profesional. Artinya, penentuan kompetensi sangat penting dan dibutuhkan sebagai dasar acuan dalam proses rekrutmen, seleksi, perencanaan, evaluasi kinerja, serta pengembangan sumber daya manusia. Beberapa manfaat yang mungkin didapat perusahaan dengan adanya hal tersebut diantaranya: standar kerja dan tujuan perusahaan dapat terdefinisikan dengan jelas, dapat memperoleh tenaga kerja profesional terbaik; membantu perusahaan untuk bersikap adaptif terhadap perubahan yang ada; serta memudahkan perusahaan dalam menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai perusahaan.

Satu hal penting yang perlu diketahui bahwa profesi di suatu organisasi atau perusahaan menuntut adanya tanggung jawab kompetensi dari setiap individu di dalamnya. Maka dari itu, kompetensi yang baik harus mampu mencerminkan efektivitas pelaksanaan tugas dan pekerjaan dari masing-masing profesi. Di lain sisi, untuk mendukung peningkatan profesionalitas dan akuntabilitas dalam menjalankan profesi, maka individu tersebut harus memiliki kompetensi yang terstandardisasi secara formal. Artinya, kompetensi yang dimiliki harus bersifat legal dan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

 

 

Daftar Pustaka

  • Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). (2014). Pedoman Penilaian Kesesuaian-Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Profesi. Jakarta: BNSP.
  • International Organization for Standardization. (2012). SNI ISO 17024:2012. Jakarta: Komite Akreditasi Nasional (KAN).
  • Stan, L. (2014). Lester Professional Standards, Competence, and Capability. UK: Stan Lester Development.