Author:
Yusuf Munawar
Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan
Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi MKS

Adopsi penerapan manajemen risiko di sektor jasa keuangan cenderung lebih maju dibandingkan dengan sektor industri lainnya dikarenakan dorongan kebutuhan/kesadaran atas penerapan manajemen risiko yang tinggi dalam menjalankan proses bisnisnya. Namun, pada beberapa sektor, penerapan manajemen risiko cenderung tertinggal karena berbagai hal, salah satunya karena ketiadaan payung hukum/regulasi untuk penerapannya. Beberapa organisasi,termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), membutuhkan landasan hukum/peraturan penerapan manajemen risiko sebagai dasar pelaksanaan di organisasi.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kebutuhan atas penerapan manajemen risiko di BUMN dan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah mengatur mengenai keharusan penerapan manajemen risiko bagi BUMN yang tertuang pada Peraturan Menteri BUMN No.5 Tahun 2022 mengenai Penerapan Manajemen Risiko pada Badan Usaha Milik Negara. Langkah ini tentunya patut untuk diapresiasi dalam rangka memperkuat tata kelola BUMN. Terlebih, diharapkan dengan dikeluarkannya peraturan ini dapat membawa dampak positif bagi BUMN dan Industri, terlebih peran pokok BUMN sendiri dalam menopang pembangunan dan perekonomian nasional.

Ketika peraturan dibuat seringkali kurang memberikan dampak positif bagi organisasi karena pelaksana peraturan terfokus pada aspek kesesuian pemenuhan persyaratan (conformity) dibandingkan dengan outcome/kinerja baik yang dihasilkan setelah peraturan dibuat. Untuk itu, hal yang menarik dan perlu disikapi lebih lanjut dengan dikeluarkannya peraturan ini adalah bagaimana memastikan agar apa yang dituangkan dan dicanangkan dalam peraturan dapat tercapai, berjalan efektif, dan berjalan secara berkesinambungan.

Peraturan memberikan payung hukum bahwa suatu kegiatan/inisiatif harus dilakukan. Agar peraturan dapat dijalankan secara efektif maka perlu ditunjang oleh pedoman/panduan pelaksanaan yang mengacu pada praktik terbaik saat ini. Pedoman/panduan idealnya mengacu kepada standar internasional, misalnya yang dikeluarkan oleh ISO-International Organization for Standardization (www.iso.org). Hal ini penting karena standar internasional telah melalui proses pembahasan yang melibatkan para ahli di suatu bidang secara nasional/internasional dan standar dibentuk berdasarkan konsensus bersama. Bagi organisasi, Standar diperlukan agar para pelaksana dapat bekerja dengan pemahaman dan ‘bahasa’ yang sama.

Dalam konteks manajemen risiko, ISO telah mengeluarkan pedoman penerapan manajemen risiko yaitu ISO 31000. Di Indonesia, Badan Standarisasi Nasional (BSN) melalui Komtek 03-10-Tata Kelola, Manajemen Risiko, Kepatuhan telah mengadopsi ISO 31000 menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000 sebagai standar nasional untuk penerapan manajemen risiko. Terkait dengan standar manajemen risiko, BSN juga mengeluarkan standar SNI 8849 mengenai Kompetensi SDM dalam implementasi SNI ISO 31000 sebagai standar penujang agar pelaksanaan manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000 lebih efektif.

SNI ISO 31000 dapat dijadikan sebagai standar acuan untuk menunjang perumusan kebijakan, prosedur kerja, dan pemenuhan terhadap keharusan pelaksanaan manajemen risiko di BUMN sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN mengenai penerapan manajemen risiko BUMN. Sementara itu, SNI 8849 dapat dijadikan acuan dalam rangka memastikan kompetensi SDM yang akan menjalankan penerapan manajemen risiko SNI ISO 31000 terpenuhi. Dengan ditunjang oleh penyediaan SDM dengan kompetensi manajemen risiko yang tepat, tersertifikasi, dan terstandarisasi, diharapkan individu pada setiap tingakatan jabatan memiliki pemahaman yang sama terhadap standar SNI ISO 31000, memahami terminologi yang sama terkait dengan proses manajemen risiko, serta memahami akuntabilitas masing-masing dalam hal pengelolaan risiko di BUMN.

Dengan adanya kedua hal tersebut (standarisasi proses dan prosedur serta standarisasi komeptensi SDM sebagai pelaksana) maka kita dapat berharap bahwa inisiatif penguatan penerapan manajemen risiko BUMN dapat berjalan efektif dan mencapai tujuan yang dicanangkan.